Ditulis oleh Ted Sprague
Jumat, 30 Maret 2007 00:00
Benar, roh Marxisme sudah kembali, menghantui kelas penguasa Indonesia yang sudah tua
renta: kelas oligarki, borjuis, dan negara mereka. Ide Marx and Engels sedang dibangunkan
sekali lagi dari tidur lelapnya. Empat puluh dua tahun setelah kekalahan telak gerakan komunis
Indonesia pada tahun 1965, dan dengan itu semua gerakan massa, kelas buruh bangun
kembali dari tidurnya. Apa yang saat itu dikira mustahil justru dilakukan pada tahun 1998 saat
rakyat Indonesia menumbangkan rejim Soeharto.
Apa yang saat itu dikira mustahil justru dilakukan pada tahun 1998 saat rakyat Indonesia
menumbangkan rejim Soeharto. Walaupun gerakan tersebut tidak menghasilkan perubahan
sosial yang sistematis karena absennya sebuah partai revolusioner, kelas buruh Indonesia
sudah memperoleh pelajaran yang paling berharga, mereka mengerti bahwa mereka mampu
merubah masyarakat. Tiga puluh dua tahun di bawah rejim yang paling represif yang dipimpin
oleh Soeharto dan kroni-kroni kapitalisnya telah merampas semua pengalaman politik dari
kelas buruh. Sekarang, mereka kembali mempelajari pengalaman-pengalaman tersebut.
Sampai pada tahun 1965, kelas buruh Indonesia mempunyai kesadaran yang paling maju di
wilayah Asia Tenggara. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai komunis ketiga terbesar
setelah Uni Soviet dan Cina. Kondisi-kondisi objektif sudah ada untuk pengambilan kekuasaan
oleh rakyat dan mengantarkan revolusi sosialis.
Akan tetapi, sebagai seorang Marxis, kita tahu bahwa ada satu aspek lainnya yang sekrusial
kondisi objektif, dan aspek tersebut adalah faktor subjektif, yaitu kepemimpinan revolusioner.
Dan inilah yang tidak ada saat itu. Kepemimpinan PKI dijangkiti oleh teori dua-tahapnya
Stalinis; bagi mereka, revolusi sosialis tidak ada di agenda mereka.
Pada tahun 1951, D.N. Aidit, Sekretaris Jendral PKI mengatakan bahwa yang harus dibentuk:
…adalah front persatuan antara semua kekuatan anti-imperialis dan anti-feudal di seluruh
negara. Dalam kata lain, kelas buruh, kelas tani, kelas borjuis kecil, dan kelas borjuis national.
Tugas dari aliansi ini adalah bukan untuk membawa revolusi sosialis, tetapi membawa
reformasi demokratik. (D.N. Aidit, The Road to People’s Democracy in Indonesia, hlm 94.)
Pada tahun 1961, dia juga menyatakan,
Perjuangan kelas kita mengambil bentuk perjuangan nasional. Prinsip utama yang kita pegang
di dalam perjuangan nasional adalah bahwa perjuangan kelas diletakkan di bawah perjuangan
nasional.” (Ever Forward to Storm Imperialism and Feudalism, Jakarta, 1961 hlm 19-20)
Kepemimpinan PKI yang penuh pengkhianatan ini sesungguhnya berkata bahwa kelas buruh
harus mengambil kekuasaan dan kemudian memberikan kekuasaan tersebut kepada kaum
borjuis nasional supaya tahap perkembangan kapitalisme dapat diselesaikan.
1 / 5
Hantu Marxisme Berkeliaran di Indonesia
Ditulis oleh Ted Sprague
Jumat, 30 Maret 2007 00:00
Kesetiaan kepemimpinan PKI kepada kaum borjuis nasional benar-benar tak tergoyahkan,
sampai mereka membiarkan jutaan anggota dan simpatisan mereka dibantai oleh tentaranya
Soeharto, secara nyata menghancurkan basis massa mereka sendiri. PKI dan gerakan massa
Indonesia hancur, massa mengalami demoralisasi dan ini diikuti oleh 32 tahun reaksi di bawah
kuasa militer Suharto.
Represi
Selama 32 tahun ini, Suharto dan pendukung kapitalisnya melakukan segalanya untuk
menekan semua gerakan massa melalui kuasa militer dan pencucian otak masyarakat yang
sistematis. Sejarah Indonesia ditulis ulang supaya sesuai dengan agenda kelas penguasa.
Peran gerakan komunis di dalam perjuangan pembebasan nasional Indonesia dihapus.
Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa banyak pahlawan nasional Indonesia: Tan Malaka,
Sutan Syahrir, Sukarno, dan lain-lain dipengaruhi oleh ide Marxisme juga dihapus dari sejarah.
Komunisme dibuat menjadi tabu; setiap tahun, sebuah film dokumenter yang diproduksi oleh
pemerintah diputar sebagai upaya untuk mempengaruhi pikiran rakyat bahwa komunisme
adalah bahaya laten terhadap masyarakat, bahwa seorang komunis adalah seseorang yang
haus darah dan benci Tuhan.
Pada tahun 1966, sebuah hukum dibuat untuk melarang segala bentuk tendensi Komunisme
dan Marxisme dan hukum ini masih berlaku hingga saat ini. Bahkan, satu tahun setelah
gerakan mahasiswa 1998 yang menumbangkan rejim Soeharto, suatu gerakan yang
menjanjikan reformasi demokratik, sebuah hukum yang lain dibuat untuk melarang Marxisme.
Hukum ini bahkan melarang seseorang untuk mempunyai hubungan apapun dengan organisasi
Marxis-Leninis/Komunis – sebuah kejahatan yang dihukum dengan 15 tahun penjara.
Teror, penculikan, “penghilangan”, dan pembunuhan adalah metode yang dipilih untuk
mendiamkan mereka yang dianggap sebagai bahaya terhadap negara. Secara praktikal, kelas
penguasa Indonesia telah melakukan tugas yang sempurna dalam mencekik massa dan ide
Marx and Engels. Akan tetapi, satu hal mudah yang tidak mampu dilakukan oleh kapitalisme
adalah memberikan rakyat sebuah kehidupan yang layak. Tidak peduli sebanyak apapun buah
bibir yang ditebarkan oleh kaum moralis kapitalis terhadap konsep persamaan hak dan
kemakmuran untuk semua rakyat, eksistensi kapitalisme mensyaratkan ketidaksamaan hak.
Harus ada sekelompok besar orang yang tidak memiliki apapun kecuali tenaga kerja mereka
dan oleh karenanya, mereka terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada penawar tertinggi;
dan di sisi yang lain adalah penawar tertinggi, yaitu sekelompok kecil kapitalis yang memiliki
segalanya.
Keharusan (necessity) mengekpresikan dirinya melalui sebuah kebetulan (accident). Sebuah
krisis ekonomi menghantam Asia pada tahun 1997, menyingkap kontradiksi-kontradiksi yang
sudah menggunung yang disebabkan oleh berpuluh-puluh tahun penjarahan di bawah
Soeharto. Dengan kaum miskin yang terhantam paling keras oleh krisis tersebut, rakyat
Indonesia bergerak. Dipimpin pertama kali oleh mahasiswa, rakyat Indonesia menumbangkan
2 / 5
Hantu Marxisme Berkeliaran di Indonesia
Ditulis oleh Ted Sprague
Jumat, 30 Maret 2007 00:00
rejim Soeharto pada tahun 1998.
Peristiwa 1998 membawa kelonggaran-kelonggaran tertentu untuk kelas buruh Indonesia,
kebanyakan dalam bentuk perubahanan demokratik politik. Dimana dulu arena politik hanya
bisa diakses oleh tiga partai politik, sekarang ada berlusin-lusin partai politik, walaupun
kebanyakan didominasi oleh kaum oportunis yang semata-mata menginginkan bagian mereka
di dalam kekuasaan negara. Banyak serikat buruh dan organisasi massa yang bermunculan.
Koran-koran sekarang dipenuhi dengan artikel-artikel yang mengkritik pemerintah, sebuah aksi
yang dulu kala dapat dipenjara.
Mengenai kelonggaran tersebut, pemimpin-pemimpin reformis, seperti bebek yang mengulangi
kata-kata kelas penguasa, berbicara mengenai kehebatan demokrasi Barat, dalam kata lain
demokrasi borjuis. Mereka berbicara mengenai kehebatan pasar bebas, yang seharusnya
membawa kemakmuran ekonomi dan kebebasan politik kepada masyarakat. Mereka berbicara
mengenai penegakan hukum, yaitu hukum borjuis.
Akan tetapi, reformis-reformis tersebut tampaknya lupa, mungkin karena niat buruk mereka,
bahwa kelonggaran-kelonggaran tersebut dipaksakan kepada kelas penguasa oleh massa yang
sudah kelelah anmenghadapi ketidakmampuan sistem sekarang ini untuk memajukan
masyarakat. Dan ketika kelonggaran-kelonggaran ini mulai mengancam kepentingan kelas
penguasa, atau dalam bahasa pemerintah, mereka mulai mengancam investasi luar negeri,
perkembangan ekonomi, dan kesucian negara, kelonggaran tersebut dapat dengan mudah
dijungkirbalikkan.
Pada bulan September 2004, aktivis HAM Indonesia yang paling terkemuka, Munir,diracuni
dengan arsenik dalam penerbangannya ke Amsterdam. Walaupun bukti-bukti menunjukkan
peran pemerintah di dalam pembunuhan ini, selain pilot pesawat Pollycarpus yang dijadikan
kambing hitam, tidak ada seorang pun yang dibawa ke pengadilan.
Pembunuhan ini tidaklah mengejutkan. Aktivitas Munir dalam kampanye HAM sudah tidak
dapat ditoleransi oleh kelas penguasa karena dia sudah membeberkan berulang-ulang kali
kebusukan pemerintahan sekarang ini, menunjukkan tanpa keraguan bahwa pemerintahan
sekarang tidak berbeda dengan pemerintahan lama di bawah Soeharto. Pembeberan ini
sangatlah berbahaya karena massa dapat meraih kesimpulan bahwa tidak peduli sebanyak
apapun pemerintah ini diganti dan direformasi, di bawah kapitalisme rakyat hanya akan
mendapatkan represi dan eksploitasi. Kampanye HAMnya Munir serta pembunuhan Munir
sendiri telah menunjukkan watak represif dari kapitalisme.
Peran Fundamentalis Islam
Tidak mampu untuk menggunakan aparatus negara secara terbuka guna mencekik perbedaan
pendapat, kelas penguasa Indonesia beralih ke kelompok fundamentalis Islam dan massa
anti-komunisme untuk menuai rasa takut. Ormas-ormas ini, didukung oleh tentara dan polisi,
sudah digunakan untuk membubarkan rally, demonstrasi, mogok kerja buruh, dan acara diskusi
publik.
3 / 5
Hantu Marxisme Berkeliaran di Indonesia
Ditulis oleh Ted Sprague
Jumat, 30 Maret 2007 00:00
Pada tanggal 12 Desember 2006, sebuah acara publik di Surabaya untuk memperingati hari
HAM, dimana sebuah film dokumenter mengenai pembantaian kaum komunis Indonesia tahun
1965-66 akan diputar, dibubarkan oleh Front Anti Komunis Indonesia (FAKI). Dua hari
kemudian, ormas anti-komunis yang serupa, dengan nama Persatuan Masyarakat Anti
Komunis (PERMAK) dan Pemuda Panca Marga (PPM) membubarkan dengan paksa sebuah
acara diskusi Marxisme di Bandung. Kemudian pada tanggal 17 Januari 2007, ormas
anti-komunis yang sama yaitu FAKI, menyerang Kongres Pendirian Partai Persatuan
Pembebasan Nasional (PAPERNAS) di Yogyakarta, sebuah partai kiri yang baru saja dibentuk.
PAPERNAS merupakan hasil merger dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang memainkan
peran penting di dalam penumbangan rejim Soeharto, dengan organisasi-organisasi
mahasiswa, tani, dan buruh. Pada bulan Maret, Konferensi Daerah PAPERNAS di Jawa Timur
juga diserang ratusan preman di bawah bendera Islam. Dan baru-baru ini, deklarasi
PAPERNAS di Jakarta dihalangi dengan kekerasan oleh ratusan preman yang menuduh
PAPERNAS sebagai partai komunis, dan menghidupkan kembali pemburuan komunis pada
tahun 1965/66.
Serial kejadian-kejadian tersebut, yang hanya merupakan setetes air di dalam lautan, bukanlah
sebuah kebetulan. Jelas bahwa serangan-serangan preman tersebut terorganisir dan
merepresentasikan reaksi kelas penguasa terhadap hantu komunisme yang mengancam
kepentingan mereka. Reaksi semacam ini yang datang dari kelas penguasa bukanlah hal yang
baru bagi rakyat Indonesia yang sudah menderita berabab-abad penindasan oleh kapitalisme
dalam berbagai samaran; pertama di dalam bentuk kolonialisasi Belanda, yang diikuti oleh
imperialisme Inggris dan Jepang, dan kedua di bawah “orde baru” yang dipimpin oleh rejim
Soeharto yang didukung oleh Amerika; dan ini berlanjut tentu saja di bawah selimut “era
reformasi”.
Buruh dan Kaum Muda Indonesia Bangkit Kembali
Akan tetapi, rakyat Indonesia yang tertindas, seperti orang-orang yang tertindas di seluruh
dunia, bangkit melawan penindas mereka. Buruh, petani, dan mahasiswa di seluruh penjuru
mulai berorganisasi. Diskusi-diskusi dan pertemuan-pertemuan, di aula yang besar, di halaman
belakang, di teras rumah, di warung kopi, di internet, dimana-mana, terjadi saat kaum muda
Indonesia sekarang sedang mencari gagasan, mencari jalan untuk merubah masyarakat
mereka.
Banyak organisasi yang dulu berhasil menumbangkan Soeharto terpecah-belah karena
absennya sebuah program revolusioner yang bisa menyatukan mereka semua; ada yang
menyerah kepada reformisme; ada yang kecewa dengan arah gerakan sekarang ini. Tetapi,
kegagalan untuk menghasilkan perubahan yang sistematis setelah jatuhnya Soeharto justru
menjadi pecutan terhadap kaum muda supaya mereka mempersenjatai diri mereka dengan ide
dan perspektif yang kuat.
10 tahun belakangan ini, banyak karya klasik Marxis yang sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, banyak juga yang sudah diterbitkan ke dalam buku-buku; contohnya, dalam
tiga tahun, 3 volume Das Kapital sudah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam buku. Juga,
sudah banyak buku dan film dokumenter tentang sejarah PKI, pembentukannya dan
4 / 5
Hantu Marxisme Berkeliaran di Indonesia
Ditulis oleh Ted Sprague
Jumat, 30 Maret 2007 00:00
kehancurannya, yang sudah dirilis.
Jelas-jelas, ide Marxisme tidak hanya menarik perhatian mahasiswa tetapi juga buruh-buruh,
karena Marxisme mampu menjelaskan, dengan bahasa yang sangat jelas, problem-problem
kapitalisme dan jalan yang harus ditempuh untuk emansipasi kaum buruh. Karena inilah, kelas
penguasa Indonesia dan teman asingnya bergetar ketakutan, ini dibuktikan dengan kampanye
kekerasan mereka terhadap Marxisme dan Komunisme.
Kelas penguasa Indonesia mengira bahwa mereka telah mengubur Marxisme pada tahun 1965
ketika mereka membubarkan PKI; mereka pikir dengan membantai jutaan komunis dan
simpatisan komunis, ide marxisme tidak akan bangkit kembali. Akan tetapi, satu hal yang harus
mereka ketahui adalah bahwa kebusukan kapitalisme merupakan tanah yang subur untuk
ide-ide Marxis, dan selama masih ada pengemis di jalanan, roh Marxisme akan selalu
menghantui Indonesia.
Tugas dari generasi sekarang adalah untuk melengkapi diri mereka dengan pelajaran sejarah;
untuk belajar dari sejarah kegagalan Stalinisme yang direpresentasikan oleh jatuhnya PKI pada
tahun 1965 dan rubuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, untuk belajar dari sejarah watak
pengkhianatan reformisme, untuk mempersenjatai diri mereka dengan metode dan tradisi
Marxisme yang sejati, dan untuk memberikan sebuah tubuh yang nyata kepada roh Marxisme
dengan membangun organisasi Marxis revolusioner.
Seperti yang dikatakan oleh Ernest Everhard[1]: “Kalah saat ini, tapi bukan untuk selamanya!
Kita sudah belajar banyak hal. Besok, perjuangan kita akan bangkit kembali, lebih bijak dan
lebih disiplin.”
Catatan
[1] Ernest Everhard adalah tokoh fiksi karangan Jack London di dalam bukunya The Iron Heel
yang terbit pada tahun 1908, dimana Ernest Everhard adalah seorang Sosialis.
Tulisan ini diterjemahkan dari “A Specter is Haunting Indonesia – The Specter of Marxism” oleh
Ted Sprague
, kontributor Rumahkiri.net
.
5 / 5
Hantu Marxisme Berkeliaran di IndonesiaDitulis oleh Ted SpragueJumat, 30 Maret 2007 00:00Benar, roh Marxisme sudah kembali, menghantui kelas penguasa Indonesia yang sudah tuarenta: kelas oligarki, borjuis, dan negara mereka. Ide Marx and Engels sedang dibangunkansekali lagi dari tidur lelapnya. Empat puluh dua tahun setelah kekalahan telak gerakan komunisIndonesia pada tahun 1965, dan dengan itu semua gerakan massa, kelas buruh bangunkembali dari tidurnya. Apa yang saat itu dikira mustahil justru dilakukan pada tahun 1998 saatrakyat Indonesia menumbangkan rejim Soeharto.Apa yang saat itu dikira mustahil justru dilakukan pada tahun 1998 saat rakyat Indonesiamenumbangkan rejim Soeharto. Walaupun gerakan tersebut tidak menghasilkan perubahansosial yang sistematis karena absennya sebuah partai revolusioner, kelas buruh Indonesiasudah memperoleh pelajaran yang paling berharga, mereka mengerti bahwa mereka mampumerubah masyarakat. Tiga puluh dua tahun di bawah rejim yang paling represif yang dipimpinoleh Soeharto dan kroni-kroni kapitalisnya telah merampas semua pengalaman politik darikelas buruh. Sekarang, mereka kembali mempelajari pengalaman-pengalaman tersebut.Sampai pada tahun 1965, kelas buruh Indonesia mempunyai kesadaran yang paling maju diwilayah Asia Tenggara. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai komunis ketiga terbesarsetelah Uni Soviet dan Cina. Kondisi-kondisi objektif sudah ada untuk pengambilan kekuasaanoleh rakyat dan mengantarkan revolusi sosialis.Akan tetapi, sebagai seorang Marxis, kita tahu bahwa ada satu aspek lainnya yang sekrusialkondisi objektif, dan aspek tersebut adalah faktor subjektif, yaitu kepemimpinan revolusioner.Dan inilah yang tidak ada saat itu. Kepemimpinan PKI dijangkiti oleh teori dua-tahapnyaStalinis; bagi mereka, revolusi sosialis tidak ada di agenda mereka.Pada tahun 1951, D.N. Aidit, Sekretaris Jendral PKI mengatakan bahwa yang harus dibentuk:…adalah front persatuan antara semua kekuatan anti-imperialis dan anti-feudal di seluruhnegara. Dalam kata lain, kelas buruh, kelas tani, kelas borjuis kecil, dan kelas borjuis national.Tugas dari aliansi ini adalah bukan untuk membawa revolusi sosialis, tetapi membawareformasi demokratik. (D.N. Aidit, The Road to People’s Democracy in Indonesia, hlm 94.)Pada tahun 1961, dia juga menyatakan,Perjuangan kelas kita mengambil bentuk perjuangan nasional. Prinsip utama yang kita pegangdi dalam perjuangan nasional adalah bahwa perjuangan kelas diletakkan di bawah perjuangannasional.” (Ever Forward to Storm Imperialism and Feudalism, Jakarta, 1961 hlm 19-20)Kepemimpinan PKI yang penuh pengkhianatan ini sesungguhnya berkata bahwa kelas buruhharus mengambil kekuasaan dan kemudian memberikan kekuasaan tersebut kepada kaumborjuis nasional supaya tahap perkembangan kapitalisme dapat diselesaikan.1 / 5Hantu Marxisme Berkeliaran di IndonesiaDitulis oleh Ted SpragueJumat, 30 Maret 2007 00:00Kesetiaan kepemimpinan PKI kepada kaum borjuis nasional benar-benar tak tergoyahkan,sampai mereka membiarkan jutaan anggota dan simpatisan mereka dibantai oleh tentaranyaSoeharto, secara nyata menghancurkan basis massa mereka sendiri. PKI dan gerakan massaIndonesia hancur, massa mengalami demoralisasi dan ini diikuti oleh 32 tahun reaksi di bawahkuasa militer Suharto.RepresiSelama 32 tahun ini, Suharto dan pendukung kapitalisnya melakukan segalanya untukmenekan semua gerakan massa melalui kuasa militer dan pencucian otak masyarakat yangsistematis. Sejarah Indonesia ditulis ulang supaya sesuai dengan agenda kelas penguasa.Peran gerakan komunis di dalam perjuangan pembebasan nasional Indonesia dihapus.Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa banyak pahlawan nasional Indonesia: Tan Malaka,Sutan Syahrir, Sukarno, dan lain-lain dipengaruhi oleh ide Marxisme juga dihapus dari sejarah.Komunisme dibuat menjadi tabu; setiap tahun, sebuah film dokumenter yang diproduksi olehpemerintah diputar sebagai upaya untuk mempengaruhi pikiran rakyat bahwa komunismeadalah bahaya laten terhadap masyarakat, bahwa seorang komunis adalah seseorang yanghaus darah dan benci Tuhan.Pada tahun 1966, sebuah hukum dibuat untuk melarang segala bentuk tendensi Komunismedan Marxisme dan hukum ini masih berlaku hingga saat ini. Bahkan, satu tahun setelahgerakan mahasiswa 1998 yang menumbangkan rejim Soeharto, suatu gerakan yangmenjanjikan reformasi demokratik, sebuah hukum yang lain dibuat untuk melarang Marxisme.Hukum ini bahkan melarang seseorang untuk mempunyai hubungan apapun dengan organisasiMarxis-Leninis/Komunis – sebuah kejahatan yang dihukum dengan 15 tahun penjara.Teror, penculikan, “penghilangan”, dan pembunuhan adalah metode yang dipilih untukmendiamkan mereka yang dianggap sebagai bahaya terhadap negara. Secara praktikal, kelaspenguasa Indonesia telah melakukan tugas yang sempurna dalam mencekik massa dan ideMarx and Engels. Akan tetapi, satu hal mudah yang tidak mampu dilakukan oleh kapitalismeadalah memberikan rakyat sebuah kehidupan yang layak. Tidak peduli sebanyak apapun buahbibir yang ditebarkan oleh kaum moralis kapitalis terhadap konsep persamaan hak dankemakmuran untuk semua rakyat, eksistensi kapitalisme mensyaratkan ketidaksamaan hak.Harus ada sekelompok besar orang yang tidak memiliki apapun kecuali tenaga kerja merekadan oleh karenanya, mereka terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada penawar tertinggi;dan di sisi yang lain adalah penawar tertinggi, yaitu sekelompok kecil kapitalis yang memilikisegalanya.Keharusan (necessity) mengekpresikan dirinya melalui sebuah kebetulan (accident). Sebuahkrisis ekonomi menghantam Asia pada tahun 1997, menyingkap kontradiksi-kontradiksi yangsudah menggunung yang disebabkan oleh berpuluh-puluh tahun penjarahan di bawahSoeharto. Dengan kaum miskin yang terhantam paling keras oleh krisis tersebut, rakyatIndonesia bergerak. Dipimpin pertama kali oleh mahasiswa, rakyat Indonesia menumbangkan2 / 5Hantu Marxisme Berkeliaran di IndonesiaDitulis oleh Ted SpragueJumat, 30 Maret 2007 00:00rejim Soeharto pada tahun 1998.Peristiwa 1998 membawa kelonggaran-kelonggaran tertentu untuk kelas buruh Indonesia,kebanyakan dalam bentuk perubahanan demokratik politik. Dimana dulu arena politik hanyabisa diakses oleh tiga partai politik, sekarang ada berlusin-lusin partai politik, walaupunkebanyakan didominasi oleh kaum oportunis yang semata-mata menginginkan bagian merekadi dalam kekuasaan negara. Banyak serikat buruh dan organisasi massa yang bermunculan.Koran-koran sekarang dipenuhi dengan artikel-artikel yang mengkritik pemerintah, sebuah aksiyang dulu kala dapat dipenjara.Mengenai kelonggaran tersebut, pemimpin-pemimpin reformis, seperti bebek yang mengulangikata-kata kelas penguasa, berbicara mengenai kehebatan demokrasi Barat, dalam kata laindemokrasi borjuis. Mereka berbicara mengenai kehebatan pasar bebas, yang seharusnyamembawa kemakmuran ekonomi dan kebebasan politik kepada masyarakat. Mereka berbicaramengenai penegakan hukum, yaitu hukum borjuis.Akan tetapi, reformis-reformis tersebut tampaknya lupa, mungkin karena niat buruk mereka,bahwa kelonggaran-kelonggaran tersebut dipaksakan kepada kelas penguasa oleh massa yangsudah kelelah anmenghadapi ketidakmampuan sistem sekarang ini untuk memajukanmasyarakat. Dan ketika kelonggaran-kelonggaran ini mulai mengancam kepentingan kelaspenguasa, atau dalam bahasa pemerintah, mereka mulai mengancam investasi luar negeri,perkembangan ekonomi, dan kesucian negara, kelonggaran tersebut dapat dengan mudahdijungkirbalikkan.Pada bulan September 2004, aktivis HAM Indonesia yang paling terkemuka, Munir,diracunidengan arsenik dalam penerbangannya ke Amsterdam. Walaupun bukti-bukti menunjukkanperan pemerintah di dalam pembunuhan ini, selain pilot pesawat Pollycarpus yang dijadikankambing hitam, tidak ada seorang pun yang dibawa ke pengadilan.Pembunuhan ini tidaklah mengejutkan. Aktivitas Munir dalam kampanye HAM sudah tidakdapat ditoleransi oleh kelas penguasa karena dia sudah membeberkan berulang-ulang kalikebusukan pemerintahan sekarang ini, menunjukkan tanpa keraguan bahwa pemerintahansekarang tidak berbeda dengan pemerintahan lama di bawah Soeharto. Pembeberan inisangatlah berbahaya karena massa dapat meraih kesimpulan bahwa tidak peduli sebanyakapapun pemerintah ini diganti dan direformasi, di bawah kapitalisme rakyat hanya akanmendapatkan represi dan eksploitasi. Kampanye HAMnya Munir serta pembunuhan Munirsendiri telah menunjukkan watak represif dari kapitalisme.Peran Fundamentalis IslamTidak mampu untuk menggunakan aparatus negara secara terbuka guna mencekik perbedaanpendapat, kelas penguasa Indonesia beralih ke kelompok fundamentalis Islam dan massaanti-komunisme untuk menuai rasa takut. Ormas-ormas ini, didukung oleh tentara dan polisi,sudah digunakan untuk membubarkan rally, demonstrasi, mogok kerja buruh, dan acara diskusipublik.3 / 5Hantu Marxisme Berkeliaran di IndonesiaDitulis oleh Ted SpragueJumat, 30 Maret 2007 00:00Pada tanggal 12 Desember 2006, sebuah acara publik di Surabaya untuk memperingati hariHAM, dimana sebuah film dokumenter mengenai pembantaian kaum komunis Indonesia tahun1965-66 akan diputar, dibubarkan oleh Front Anti Komunis Indonesia (FAKI). Dua harikemudian, ormas anti-komunis yang serupa, dengan nama Persatuan Masyarakat AntiKomunis (PERMAK) dan Pemuda Panca Marga (PPM) membubarkan dengan paksa sebuahacara diskusi Marxisme di Bandung. Kemudian pada tanggal 17 Januari 2007, ormasanti-komunis yang sama yaitu FAKI, menyerang Kongres Pendirian Partai PersatuanPembebasan Nasional (PAPERNAS) di Yogyakarta, sebuah partai kiri yang baru saja dibentuk.PAPERNAS merupakan hasil merger dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), yang memainkanperan penting di dalam penumbangan rejim Soeharto, dengan organisasi-organisasimahasiswa, tani, dan buruh. Pada bulan Maret, Konferensi Daerah PAPERNAS di Jawa Timurjuga diserang ratusan preman di bawah bendera Islam. Dan baru-baru ini, deklarasiPAPERNAS di Jakarta dihalangi dengan kekerasan oleh ratusan preman yang menuduhPAPERNAS sebagai partai komunis, dan menghidupkan kembali pemburuan komunis padatahun 1965/66.Serial kejadian-kejadian tersebut, yang hanya merupakan setetes air di dalam lautan, bukanlahsebuah kebetulan. Jelas bahwa serangan-serangan preman tersebut terorganisir danmerepresentasikan reaksi kelas penguasa terhadap hantu komunisme yang mengancamkepentingan mereka. Reaksi semacam ini yang datang dari kelas penguasa bukanlah hal yangbaru bagi rakyat Indonesia yang sudah menderita berabab-abad penindasan oleh kapitalismedalam berbagai samaran; pertama di dalam bentuk kolonialisasi Belanda, yang diikuti olehimperialisme Inggris dan Jepang, dan kedua di bawah “orde baru” yang dipimpin oleh rejimSoeharto yang didukung oleh Amerika; dan ini berlanjut tentu saja di bawah selimut “erareformasi”.Buruh dan Kaum Muda Indonesia Bangkit KembaliAkan tetapi, rakyat Indonesia yang tertindas, seperti orang-orang yang tertindas di seluruhdunia, bangkit melawan penindas mereka. Buruh, petani, dan mahasiswa di seluruh penjurumulai berorganisasi. Diskusi-diskusi dan pertemuan-pertemuan, di aula yang besar, di halamanbelakang, di teras rumah, di warung kopi, di internet, dimana-mana, terjadi saat kaum mudaIndonesia sekarang sedang mencari gagasan, mencari jalan untuk merubah masyarakatmereka.Banyak organisasi yang dulu berhasil menumbangkan Soeharto terpecah-belah karenaabsennya sebuah program revolusioner yang bisa menyatukan mereka semua; ada yangmenyerah kepada reformisme; ada yang kecewa dengan arah gerakan sekarang ini. Tetapi,kegagalan untuk menghasilkan perubahan yang sistematis setelah jatuhnya Soeharto justrumenjadi pecutan terhadap kaum muda supaya mereka mempersenjatai diri mereka dengan idedan perspektif yang kuat.10 tahun belakangan ini, banyak karya klasik Marxis yang sudah diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia, banyak juga yang sudah diterbitkan ke dalam buku-buku; contohnya, dalamtiga tahun, 3 volume Das Kapital sudah diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam buku. Juga,sudah banyak buku dan film dokumenter tentang sejarah PKI, pembentukannya dan4 / 5Hantu Marxisme Berkeliaran di IndonesiaDitulis oleh Ted SpragueJumat, 30 Maret 2007 00:00kehancurannya, yang sudah dirilis.Jelas-jelas, ide Marxisme tidak hanya menarik perhatian mahasiswa tetapi juga buruh-buruh,karena Marxisme mampu menjelaskan, dengan bahasa yang sangat jelas, problem-problemkapitalisme dan jalan yang harus ditempuh untuk emansipasi kaum buruh. Karena inilah, kelaspenguasa Indonesia dan teman asingnya bergetar ketakutan, ini dibuktikan dengan kampanyekekerasan mereka terhadap Marxisme dan Komunisme.Kelas penguasa Indonesia mengira bahwa mereka telah mengubur Marxisme pada tahun 1965ketika mereka membubarkan PKI; mereka pikir dengan membantai jutaan komunis dansimpatisan komunis, ide marxisme tidak akan bangkit kembali. Akan tetapi, satu hal yang harusmereka ketahui adalah bahwa kebusukan kapitalisme merupakan tanah yang subur untukide-ide Marxis, dan selama masih ada pengemis di jalanan, roh Marxisme akan selalumenghantui Indonesia.Tugas dari generasi sekarang adalah untuk melengkapi diri mereka dengan pelajaran sejarah;untuk belajar dari sejarah kegagalan Stalinisme yang direpresentasikan oleh jatuhnya PKI padatahun 1965 dan rubuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, untuk belajar dari sejarah watakpengkhianatan reformisme, untuk mempersenjatai diri mereka dengan metode dan tradisiMarxisme yang sejati, dan untuk memberikan sebuah tubuh yang nyata kepada roh Marxismedengan membangun organisasi Marxis revolusioner.Seperti yang dikatakan oleh Ernest Everhard[1]: “Kalah saat ini, tapi bukan untuk selamanya!Kita sudah belajar banyak hal. Besok, perjuangan kita akan bangkit kembali, lebih bijak danlebih disiplin.
“Catatan[1] Ernest Everhard adalah tokoh fiksi karangan Jack London di dalam bukunya The Iron Heelyang terbit pada tahun 1908, dimana Ernest Everhard adalah seorang Sosialis.Tulisan ini diterjemahkan dari “A Specter is Haunting Indonesia – The Specter of Marxism”
olehTed Sprague, kontributor Rumahkiri.net.5 / 5
0.000000
0.000000